Istri Ngeluh Suami Lemah Syahwat, Hakim di Kanada Setuju Batalkan Pernikahan:

1601396064309-daria-nepriakhina-oroe-abf

Foto oleh Daria Nepriakhina (Unsplash)

Hakim Kanada baru-baru ini menyetujui pembatalan nikah dengan alasan suami penggugat tidak mampu mempertahankan ereksi untuk melakukan hubungan seksual.

Putusan Mahkamah Agung British Columbia menjelaskan sang istri memohon agar status nikahnya dibatalkan karena suaminya impoten. Setelah menikah pada Agustus 2018, mereka mencoba bercinta setiap bulan selama hampir satu tahun, tapi tetap tidak ada hasil.

Arzia Tivany Wargadiredja

12.09.17

Menurut putusan, pengadilan British Columbia dapat “mengizinkan pembatalan nikah apabila penggugat menetapkan pasangannya lemah syahwat.”

Pasangan suami istri tersebut tak lagi berhubungan seks dan pisah rumah mulai September tahun lalu.

Tergugat “tidak membantah fakta bahwa dia tak mampu mempertahankan ereksi dan melakukan penetrasi selama masa pernikahannya.”

Agar permohonan pembatalan nikah atas dasar impotensi disetujui, setidaknya satu pasangan harus menunjukkan tidak mampu berhubungan seksual karena “mengalami gangguan fisik atau psikologis” selama menikah. Keputusannya tidak akan mempertimbangkan bisa atau tidaknya seorang impoten berhubungan seks dengan orang selain pasangan.

Di hadapan pengadilan, tergugat mengklaim semua salah mantan istrinya bahwa dia menjadi impoten. Dia kini berhubungan seks dengan orang lain dan tidak mengalami masalah sama sekali.

“Tergugat menyatakan dia sering bercinta dengan pacar barunya sekarang,” menurut putusannya, menambahkan tidak ada bukti yang dapat membenarkan pernyataan lelaki. Sang istri mengajukan pembatalan karena alasan agama.

Tak seperti perceraian, pembatalan nikah jarang sekali dilakukan dewasa ini. Pasangan diakui pernah menikah dalam perceraian, sedangkan pembatalan membuat pernikahan mereka seakan tak pernah terjadi.

Di masa lalu, pengadilan gereja berwenang membatalkan pernikahan pasangan atas alasan semacam itu. Namun, peradilan umum mengambil alih yurisdiksi pada 1857.

Bukti-bukti yang diperlukan pun terus berkurang seiring berjalannya waktu. Di masa lalu, pasangan bisa saja diperintahkan membuktikannya di hadapan hakim, bahwa impotensi itu benar-benar permanen dan tidak dapat disembuhkan.

“Saya bersyukur standar pembuktian yang sangat ketat di masa lalu berasal dari ketakutan akan impotensi yang menghantui norma budaya pada masa itu,” tulis Hakim Wendy Baker. “Tapi saya menyayangkan standar pembuktian tersebut masih saja dibutuhkan sekarang.”

Meski tergolong langka, kasus serupa pernah terjadi di Kanada. Pada 2019, Pengadilan Tinggi Ontario membatalkan pernikahan pasangan setelah suami mengklaim sifat istrinya yang mudah cemas menghalangi mereka berhubungan seks.

Follow Anya Zoledziowski di Twitter.