Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengklaim omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) akan meningkatkan iklim bisnis, produktivitas dan menciptakan lapangan kerja di hadapan delegasi pemerintah Amerika Serikat (AS).
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan hal itu di hadapan Chief Executive Officer (CEO) U.S. International Development Finance Corporation (DFC), Adam Boehler, Kepala Bank Ekspor Impor (Exim) AS, Kimberly Reed, dan pejabat tinggi pemerintah lainnya dari Departemen Keuangan AS, Departemen Perdagangan AS, Departemen Luar Negeri AS, dan Departemen Energi AS.
"Saya harap ketika Presiden tanda tangani omnibus law, itu bisa meningkatkan iklim bisnis kita, produktivitas dan menciptakan lapangan kerja," kata Rosan dalam diskusi virtual dengan delegasi AS, Sabtu (24/11).
Rosan mengatakan investasi penting bagi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sebesar 32 hingga 33 persen investasi berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB). Sekitar lebih dari 55 persen PDB ditopang konsumsi dalam negeri.
"Maka sekarang kami lebih terbuka sebagai negara karena di omnibus law ada kita merevisi daftar investasi secara signifikan sekarang hanya enam subjek investasi tertutup untuk pihak asing," ujar pria yang juga masuk satgas pembahasan naskah omnibus law RUU cipta kerja tersebut sebelumnya.
Dalam kesempatan yang sama, Adam mengungkap pihaknya akan melakukan investasi yang lebih terbuka ke berbagai sektor. Sektor yang menjadi fokus pemerintah AS adalah layanan kesehatan, usaha mikro kecil menengah (UMKM), renewable energy (energi baru terbarukan/EBT) dan di bidang TIK seperti startup dan 5G.
"Saya pikir per sektor akan lebih terbuka. Pada akhirnya yang penting adalah bagaimana apa yang bisa ciptakan pekerjaan dan apa yang meningkatkan capital income," tutur Adam.
Di sisi lain, Kimberly mengatakan DFC adalah lembaga baru AS sebagai otoritas untuk mencari mitra dan sekutu di seluruh dunia untuk menentukan standar pembangunan yang tinggi di tengah persaingan antara AS dengan China.
Kimberly mengatakan DFC dan Exim diberikan mandat oleh kongres untuk menyamakan tarif dan kondisi lain dengan yang telah ditawarkan pemerintah China ke Indonesia. Exim dibekali dengan dana peminjaman ekspor sekitar US$27 miliar.
"Kongres telah memberikan fleksibilitas baru ini dan begitu banyak sehingga mereka ingin kami menghabiskan setidaknya US$27 miliar dari US$135 miliar," ujar Kimberly.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan DFC memiliki dana investasi kira-kira US$60 miliar hingga US$200 miliar.
Dana itu akan mengalir untuk membiayai investasi proyek-proyek infrastruktur, pembangunan jalan, dan energi, termasuk jaminan kesehatan.
Omnibus Law Cipta Kerja disepakati menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu. Naskah tersebut kemudian dikirimkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani lalu masuk ke dalam lembar negara guna diperundangkan.
Dalam perjalanannya, sejak disahkan dalam rapat paripurna DPR, UU Ciptaker sendiri mendapatkan resistensi luas dari kalangan rakyat Indonesia di sejumlah kota. Sejak 5 Oktober tersebut, gelombang unjuk rasa yang umumnya digawangi massa buruh dan mahasiswa, memprotes dan menolak pemberlakuan omnibus law Ciptaker tersebut.
Sementara itu, dari kelompok akademisi dan koalisi masyarakat sipil, mempertanyakan mengenai transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi publik berkepentingan dalam penyusunan undang-undang tersebut. Selain itu, polemik juga diwarnai dengan kesimpangsiuran jumlah halaman naskah UU Ciptaker sejak rapat paripurna lalu.
Sebelum DPR menyerahkan ke pemerintah pada 14 Oktober lalu, setidaknya ada lima versi jumlah halaman yang berbeda-beda, kemudian dikonfirmasi adalah 812 yang kemudian diserahkan Setjen DPR ke Kemensetneg. Namun, belakangan jumlah halaman yang ada di Kemensetneg berubah kembali. Sejauh ini Kemensetneg mengklaim perubahan itu terjadi karena perubahan format dan penyesuaian teknik tulisan saja.
(jnp/kid)
0Komentar