Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan ada rekening jumbo dengan total transaksi mencapai Rp120 triliun berkaitan dengan kegiatan jual-beli narkotika di Indonesia. Dalam temuannya, PPATK menilai transaksi itu melibatkan 1.339 orang dan korporasi.
Transaksi itu, terakumulasi dalam periode lima tahunan mulai dari 2016 hingga 2020. Diketahui, PPATK memiliki kewenangan untuk melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan mencurigakan dan dapat berimplikasi pada pelanggaran pidana.
Hal itu pertama kali diungkapkan Ketua PPATK, Dian Ediana Rae dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (29/9) lalu. Institusi intelijen keuangan ini mewanti-wanti terkait transaksi keuangan jumbo terkait narkoba di Indonesia.
"Kasus aliran dana sejumlah 120 triliun ini, itu melibatkan angka pihak yang terlapor, kalau istilah kita itu, melibatkan sejumlah orang dan sejumlah korporasi. Jumlah total saja, dalam kesempatan ini, saya sebutkan 1.339 individu dan korporasi," kata Dian dalam YouTube PPATK sebagaimana dikutip Rabu (6/10).
Dalam rapat, Dian menerangkan bahwa beberapa transaksi keuangan itu terjadi dalam waktu yang berbeda. Misalnya, terjadi dalam nominal Rp1,7 triliun, kemudian Rp3,6 triliun, Rp6,7 triliun hingga Rp12 triliun. Jika diakumulasikan, rekening transaksi narkotika itu berukuran jumbo yakni mencapai sekitar Rp120 triliun.
Dalam penjelasannya di depan wakil rakyat tersebut, Dian menilai transaksi keuangan senilai itu masih wajar dan rasional jika dibandingkan dengan transaksi kegiatan keuangan lain yang dicapai dengan cara halal ataupun haram.
Menurut Dian, temuan angka tersebut tercatat bukan hanya perputaran uang dalam negeri, melainkan juga transaksi uang keluar-masuk dari luar negeri. Dia menilai hal itu bukan sesuatu yang asing sebab kegiatan atau bisnis narkoba memang kerap melibat sindikat narkoba dalam skala global.
"Kalau kita bicara narkoba atau kegiatan narkoba, itu selalu melibatkan sindikat. Itu tidak terbatas dalam negeri. Kita bicara sindikat di luar negeri," ucapnya.
Namun, dalam rapat itu ia tak merinci lebih lanjut mengenai negara-negara lain yang terlibat dalam aliran uang sindikat narkoba tersebut.
Hingga saat ini, belum jelas juga rincian detail mengenai aliran uang yang berkaitan dengan transaksi narkotika dalam negeri tersebut. Sejumlah pihak-pihak berwenang dalam penegakan hukum masih melakukan penyelidikan.
Misalnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami temuan PPATK tersebut sebagai sebuah penyelidikan.
"Kami akan secara aktif sesuai perintah Bapak Kabareskrim yang meminta kami aktif untuk meminta informasi tersebut kepada PPATK," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H Siregar kepada wartawan, Senin (4/10).
Hanya saja, Krisno kala itu mengklaim bahwa pihaknya belum mendapat informasi rinci mengenai transaksi dalam rekening jumbo sindikat narkoba itu dari PPATK.
Padahal, menurut dia, penanganan perkara terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu sebenarnya membutuhkan informasi yang rinci dari PPATK. Beda halnya jika Bareskrim memiliki nomor rekening yang dicurigai.
Nantinya, Korps Bhayangkara akan meminta agar PPATK melakukan analisis terkait transaksi itu dan kemudian hasilnya akan dikirim kembali ke Polri.
"Kami terus berkoordinasi, kan mereka (PPATK) penjurunya. Mereka juga saksi ahlinya," kata Krisno.
Selain itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) bakal juga baru akan melakukan pendalaman terkait temuan PPATK tersebut. Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono menyampaikan bahwa jika rekening itu benar terkait dengan sindikat narkoba, pihaknya bakal mengusut jaringan tersebut sampai ke akarnya.
Di sisi lain, pihaknya juga harus melakukan penyelidikan ihwal temuan tersebut. Apakah benar rekening bernilai ratusan triliun itu terkait dengan transaksi narkoba atau tidak.
"Kita berharap bahwa itu betul-betul dari transaksi narkotika, walaupun tentu saja ada potensi juga itu dari tindak pidana lainnya, ada potensi, yang namanya transnasional crime ini bisa macam-macam, saling berkelindan," ucap Pudjo.
Sementara, menanggapi sengkarut itu DPR RI menyatakan bakal memanggil instansi terkait termasuk BNN dan Polriuntuk dapat mendalami temuan PPATK. Rapat itu sedianya akan digelar pada November 2021 mendatang pasca anggota dewan merampungkan masa reses.
Anggota Komisi III DPR dari fraksi Demokrat, Hinca Pandjaitan mengusulkan agar Presiden Joko Widodo membentuk tim khusus di luar BNN terkait temuan tersebut. Menurut dia, tim bisa dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
"Ketika saya tanya, 'kemana saja laporan mu [PPATK]?' PPATK bilang sudah disampaikan ke BNN Polri tapi nggak jalan. Jadi harus Presiden Jokowi. Juga ini masalah besar," kata dia.
(mjo/kid)
0Komentar